SANANA,Lintastimur.co.id- Puluhan nelayan dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Kepulauan Sula melaksanakan demonstrasi terkait hak dan kesejahteraan nelayan. Kadis DKP Kepsul sebut iIlegal Fishing sangat masif di wilayah perairan kabupaten kepulauan sula provinsi maluku utara.
Didepan kantor bupati kepulauan sula Kordinator Aksi Harahab Lek menyampaikan sejumlah keluhan mulai dari pembagian fiber bantuan belum tersentuh di kelompok nelayan desa waiman dan desa malbufa, selain itu. Masa aksi juga menyoroti soal nelayan yang sulit mendapatkan bahan bakar minyak tanah di desa waiboga serta issu penertiban rompong di perairan laut kabupaten kepulauan sula.
Dalam kesempatan tersebut, Kadis kelautan dan perikanan kabupaten kepulauan sula Sahlan Nurau menanggapi tuntutan masa aksi terkait pembagian fiber bantuan itu sesuai dengan persyaratan baik dari sisi administrasi maupun titik koordinat yang telah di restui oleh pemerintah daerah, pemerintah provinsi dan di setujui oleh pemerintah pusat di Jakarta.
“Soal pembagian bantuan fiber itu per kecamatan berapa kelompok di desa yang telah memenuhi persyaratan baik administrasi dan titik koordinat yang di usul satu tahun sebelum tahun berjalan, jadi bantuan tahun 2023 maka proposal permohonan harus dari tahun 2022 sebelum usulan ke pemerintah pusat, bantuan fiber tahun ini tidak asal bagi seperti tahun-tahun sebelumnya hingga dirinya di laporkan ke kejaksaan negeri sanana,” katanya.
Foto: Masa Aksi saat hering bersama pemerintah daerah di ruang pertemuan wakil Bupati Sula
Lebih lanjut, Mantan Dosen Perikanan Unkhair itu juga menjelaskan terkait penertiban rompong itu pasca rapat koordinasi dengan dinas kelautan dan perikanan provinsi maluku utara, keputusan rapat tersebut telah dibuktikan di kabupaten Halmahera Selatan akan tetapi kami di perairan kepulauan sula belum menertibkan rompong karena pertimbangan masa depan nelayan kepulauan sula.
Selain menjawab tuntutan nelayan, Sahlan Nurau kadis kelautan dan perikanan kepsul ini menyatakan bahwa iIlegal Fishing sangat masif di wilayah perairan kepulauan sula dan rata-rata kapal dari provinsi sulawesi utara berkapisitas 29GT – 98GT yang tidak memiliki izin beroperasi di perairan kepulauan sula, provinsi maluku utara.
“Iya ada kapal yang tidak memiliki izin akan tapi beroperasi dan mengambil ikan puluhan ribu ton di perairan kepulauan sula provinsi maluku utara, hal ini sangat merugikan masyarakat karena kita tidak mendongkrat Hasil pendapatan daerah (PAD) kepulauan sula melalui dinas kelautan dan perikanan,” Ungkapnya.
Sahlan menyampaikan bahwa kehadiran kapal dari sulawesi utara karena ada oknum penyuluh pendamping perikanan insial SS dan ketua kelompok nelayan asal desa bajo insial RN yang diduga mendatangkan kapal penangkap ikan dari provinsi sulawesi utara berkapisitas mulai dari 29 GT – 98 GT, anehnya sejumlah kapal yang didatangkan tersebut tidak memiliki izin beroperasi dan tidak ada pemberitahuan kepada pemerintah daerah khususnya dinas kelautan dan perikanan.
Karena mendatangkan kapal secara sepihak tanpa ada pemberitahuan kepada pemerintah setempat, maka pemerintah daerah khususnya dinas kelautan dan perikanan kepsul akan melaporkan pihak-pihak tersebut kepada pemerintah provinsi maluku utara, Balai kelautan dan perikanan di ambon, sekaligus melaporkan lansung kepada kementerian kelautan dan perikanan di Jakarta.
Sahlan menambahkan bahwa kapal yang beroperasi tanpa memiliki izin di perairan kepulauan sula maka daerah mengalami kerugian yang cukup luar biasa, pertama mereka tidak menggunakan surat keterangan ikan atau barkot ikan kepulauan sula, jadi hasil tangkapan dari daerah, tapi kita tidak memiliki asal usul ikan dari kepulauan sula, provinsi maluku utara, barkot yang di pakai adalah daerah mereka Sulawesi Utara, kedua daerah kita kaya akan sumber laut (ikan) tapi hasil pendapatan asli daerah (PAD) khususnya kelautan dan perikanan tidak ada alias nihil, karena kapal-kapal tanpa mengantongi izin penangkapan di perairan maluku utara tapi mereka leluasa mengambil ikan puluhan ribu ton di perairan kepulauan sula.
Perlu diketahui bahwa nelayan kita memiliki ribuan rompong di perairan laut kepulauan sula dengan hasil sudah mencapai puluhan ribu ton akan tetapi mereka dihargai dengan harga dibawah standar yakni Rp. 3000-3500/kilo garam, hal ini sangat merugikan nelayan dan pemerintah daerah kepsul, selain itu. Hasil tangkapan ribuan ton tersebut langsung membawa ke daerahnya dan menggunakan barkot sulawesi utara sehingga dunia tidak mengetahui asal usul ikannya dari kabupaten kepulauan sula, provinsi maluku utara.